This is default featured post 1 title

fotografer amatir dari baturaja.

This is default featured post 2 title

no comment.

This is default featured post 3 title

fotografer ok

This is default featured post 4 title

dilihat dari keseriusanya dalam membidik objek sudah terlihat bakat yang dimilikinya.

This is default featured post 5 title

fotografer muda dari baturaja yang sedang mengambil gambar pada lorong jalan.

Senin, 20 Juni 2011

membuat animasi burung

Membuat Animasi Burung Terbang

Kategori: Tugas Kuliah Jurusan Sistem Informasi
Diposting oleh dindajulita pada Kamis, 22 April 2010
[1619 Dibaca] [1 Komentar]Post to TwitterPost to Facebook

Dalam Tutorial kali ini akan membahas bagaimana membuat animasi sederhana dengan mode Frame by frame yaitu animasi dengan membuat gambar perframe beda halnya dengan Motion Tweening teknik frame by frame memerlukan waktu yang cukup banyak karma dalam setiap frame kita harus membuat gambar yang tidak sama, pada tutorial kali ini objek yang akan kita gunakan yaitu sebuah ilustrasi burung dan aplikasi yang digunakan yaitu Macromedia Flash MX Professional 2004

Langkah pertama yaitu buatlah gambar ilustrasi burung sebanyak 3 kali dengan menggunakan Toolbox Brush Tool
tutorial flash

Untuk membuatnya perhatikan gambar dibawah ini
tutorial flash
Buatlah ilustrasi gambar burung dengan brush tool bisa juga menggunakan Pen Tool

Sebelum menginjak langkah selanjutnya copy gambar yang sudah dibuat tadi, tujuannya yaitu agar kita tidak usah repot-repot membuat badan burung lagi jadi pada akhirnya kita tinggal paste gambar setelah itu nanti hanya menambah bentuk sayap yang berbeda saja
tutorial flash
buatlah sayap pada bagian atas , pada bagian ini kita sedang membuat gambar 1

tutorial flash
Masuk ke pembuatan gambar kedua buatlah bentuk sayap di bawah

tutorial flash

tutorial flash
Untuk gambar yang terakhir buatlah sayap diatas punggung burung tetapi agak rendah sedikit, jika sudah selesai tinggal pewarnaan pada gambar
burung

langkah selanjutnya yaitu pembuatan animasinya pada gambar 1 letakkan dikeyframe pertama , atur posisi gambar sesuai keinginan anda asal semua gambar harus di 1 posisi yang sama semua
tutorial flash

buatlah Keyframe dengan cara klik kanan frame kedua >> pilih Insert Keyframe, setelah itu masukan Gambar 2
tutorial flash

buatlah Keyframe dan masukan gambar 3 keposisi yang sudah kita tentukan tadi
tutorial flash

langkah selanjutnya blok semua Frame yang telah kita buat >> klik kanan dan pilih Copy Frame. Kemudian Paste ke frame selanjutnya
tutorial flash tutorial flash

Hasilnya bisa dilihat dengan cara pilih Menu Control >> pilih Play atau Ctrl+Enter

sumber :

http://www.ilmugrafis.com/flash.php?page=animasi-burung-terbang

membuat animasi matahari

1.
2. smudgetool
3. smudge

hasil

berawal dari kebosanaan di rumah karena lagi nganggur (sebenarnya ada kerjaan banyak tapi malas) akhirnya saya membuka aplikasi gimp tanpa tujuan yang jelas lalu saya mulai ngotak-ngatik sana situ tahu-tahu ketemu cara untuk membuat animasi matahari tenggelam. berikut caranya:

1. buka gambar yang akan diedit (file-open)
2. klik smudge tool pada toolbox(gambar 1)
3. smudge setengah matahari yang berada dilaut bertubi-tubi (lebih baik smudge dengan garis lurus agar rapih dengan cara tekan shift) (gambar 2)
4. selesai anda bisa lihat hasilnya di gambar 3

bagi yang baru kenal dengan gimp mungkin sulit diawal-awal tapi lama-lama juga biasa

bagi yang tak punya gimp bisa download disini(untuk windows) untuk linux biasanya sudah disediakan


http://michaelyonathan.wordpress.com/2009/04/30/buat-animasi-matahari-tenggelam-dilaut-dengan-gimpasli-temuan-michael-yonathan/

animasi ombak

Membuat Animasi Ombak


Tutorial kali ini adalah Tutorial Membuat ombak di flash, disini saya menggunakan Macromedia Flash 8...

1. Buka program flash 8
Ubah ukuran stage menjadi 768 x 576 pixels.
Ganti warna bacground menjadi warna hitam


2. Ganti warna fill color menjadi #336699 tutorial flash dan warna stroke dijadikan none tutorial flash

3. Klik rectangle tool tutorial flash untuk membuat airnya dengan mendragnya ke stage seperti gambar dibawah ini.
tutorial flash


4. Klik kanan di frame 15 lalu klik insert keyframe, Ubah gambar airnya dengan cara tarik ke atas menggunakan selection tool yang sebelah kiri tutorial flash
Gambarnya :
tutorial flash


7. Klik di frame 1 lalu pilih tween shape
tutorial flash
gambarnya
tutorial flash

Di frame 35 klik kanan insert keyframe, Ubah gambarnya seperti ini>>
tutorial flash


8. Klik Di frame 15 pilih tween shape


9. Lalu copy frame 1
caranya : klik kanan pada frame 1 dan pilih Copy Frames
kemudian Pastekan di frame 60


10. Klik Di frame 35 pilih tween shape
Seperti gambar dibawah ini:
tutorial flash
Selamat mencoba...(@_@)

Jika semua sudah selesai tinggal kita menekan ctrl + enter dan nikmati hasilnya

animasi ombak

Selamat mencoba Tutorial Flash
Semoga berhasil…
SEMOGA BERMANFAAT

Copyright: Muhammad Ichwan | Status: FREE tutorial

Selasa, 07 Juni 2011

FILSAFAT PENDIDIKAN


by :http://makalah-filsafat-pendidikan.blogspot.com/ 

Merupakan terapan dari filsafat umum, maka selama membahas filsafat pendidikan akan berangkat dari filsafat.

Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai.

Dalam filsafat terdapat berbagai mazhab/aliran-aliran, seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme, dan lain-lain. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran, sekurang-kurnagnya sebanyak aliran filsafat itu sendiri.
Brubacher (1950) mengelompokkan filsafat pendidikan pada dua kelompok besar, yaitu
a. Filsafat pendidikan “progresif”

Didukung oleh filsafat pragmatisme dari John Dewey, dan romantik naturalisme dari Roousseau
b. Filsafat pendidikan “ Konservatif”.

Didasari oleh filsafat idealisme, realisme humanisme (humanisme rasional), dan supernaturalisme atau realisme religius.



Filsafat-filsafat tersebut melahirkan filsafat pendidikan esensialisme, perenialisme,dan sebagainya.

Berikut aliran-aliran dalam filsafat pendidikan:

1. Filsafat Pendidikan Idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al Ghazali

2. Filsafat Pendidikan Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia. Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill.

3. Filsafat Pendidikan Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural. Beberapa tokoh yang beraliran materialisme: Demokritos, Ludwig Feurbach


4. Filsafat Pendidikan Pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles sandre Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos.


5. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankn pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich


6. Filsafat Pendidikan Progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas, Frederick C. Neff


7. Filsafat Pendidikan esensialisme Esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral di antara kaum muda. Beberapa tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell.


8. Filsafat Pendidikan Perenialisme Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan ortimer Adler.


9. Filsafat Pendidikan rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini:Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg.


Fenomena ”Hidup Lebih Maju”

Setiap orang, pasti menginginkan hidup bahagia. Salah satu diantaranya yakni hidup lebih baik dari sebelumnya atau bisa disebut hidup lebih maju. Hidup maju tersebut didukung atau dapat diwujudkan melalui pendidikan. Dikaitkan dengan penjelasaan diatas, menurut pendapat saya filsafat pendidikan yang sesuai atau mengarah pada terwujudnya kehidupan yang maju yakni filsafat yang konservatif yang didukung oleh sebuah idealisme, rasionalisme(kenyataan). Itu dikarenakan filsafat pendidikan mengarah pada hasil pemikiran manusia mengenai realitas, pengetahuan, dan nilai seperti yang telah disebutkan diatas.
Jadi, aliran filsafat yang pas dan sesuai dengan pendidikan yang mengarah pada kehidupan yang maju menurut pikiran saya yakni filsafat pendidikan progresivisme (berfokus pada siswanya). Tapi akan lebih baik lagi bila semua filsafat diatas bisa saling melengkapi.

Merupakan terapan dari filsafat umum, maka selama membahas filsafat pendidikan akan berangkat dari filsafat.

Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai.

Dalam filsafat terdapat berbagai mazhab/aliran-aliran, seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme, dan lain-lain. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran, sekurang-kurnagnya sebanyak aliran filsafat itu sendiri.
Brubacher (1950) mengelompokkan filsafat pendidikan pada dua kelompok besar, yaitu
a. Filsafat pendidikan “progresif”

Didukung oleh filsafat pragmatisme dari John Dewey, dan romantik naturalisme dari Roousseau
b. Filsafat pendidikan “ Konservatif”.

Didasari oleh filsafat idealisme, realisme humanisme (humanisme rasional), dan supernaturalisme atau realisme religius.



Filsafat-filsafat tersebut melahirkan filsafat pendidikan esensialisme, perenialisme,dan sebagainya.

Berikut aliran-aliran dalam filsafat pendidikan:

1. Filsafat Pendidikan Idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al Ghazali

2. Filsafat Pendidikan Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia. Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill.

3. Filsafat Pendidikan Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural. Beberapa tokoh yang beraliran materialisme: Demokritos, Ludwig Feurbach


4. Filsafat Pendidikan Pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles sandre Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos.


5. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankn pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich


6. Filsafat Pendidikan Progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas, Frederick C. Neff


7. Filsafat Pendidikan esensialisme Esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral di antara kaum muda. Beberapa tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell.


8. Filsafat Pendidikan Perenialisme Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan ortimer Adler.


9. Filsafat Pendidikan rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini:Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg.


Fenomena ”Hidup Lebih Maju”

Setiap orang, pasti menginginkan hidup bahagia. Salah satu diantaranya yakni hidup lebih baik dari sebelumnya atau bisa disebut hidup lebih maju. Hidup maju tersebut didukung atau dapat diwujudkan melalui pendidikan. Dikaitkan dengan penjelasaan diatas, menurut pendapat saya filsafat pendidikan yang sesuai atau mengarah pada terwujudnya kehidupan yang maju yakni filsafat yang konservatif yang didukung oleh sebuah idealisme, rasionalisme(kenyataan). Itu dikarenakan filsafat pendidikan mengarah pada hasil pemikiran manusia mengenai realitas, pengetahuan, dan nilai seperti yang telah disebutkan diatas.
Jadi, aliran filsafat yang pas dan sesuai dengan pendidikan yang mengarah pada kehidupan yang maju menurut pikiran saya yakni filsafat pendidikan progresivisme (berfokus pada siswanya). Tapi akan lebih baik lagi bila semua filsafat diatas bisa saling melengkapi.

makalah belajar dan pembelajaran


 

by :http://makalah-belajardanpembelajaran.blogspot.com/ 

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kegiatan pembelajaran di sekolah adalah kegiatan pendidikan pada umumnya, yang menjadikan siswa menuju keadaan yang lebih baik. Pendidikan dalam hal ini sekolah tidak dapat lepas dari peran guru sebagai fasilitator dalam penyampaian materi. Profesionalisme seorang guru sangatlah dibutuhkan guna terciptanya suasana proses belajar mengajar yang efisien dan efektif dalam pengembangan siswa yang memiliki kemampuan beragam. Pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilakau kearah yang lebih baik.
Pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran yang artinya sebelum siswa belajar harus melalui sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan sehari hari yang masalahnya bersifat tertutup dan terbuka.Oleh karena itu pada proses pembelajaran guru perlu meningkatkan kemampuan menjadi guru professional dan kreatif dalam mengembangkan kemampuan mengajar sehingga siswa dapat maksimal walaupun dalam kenyataannya guru-guru di Indonesia sebagian besar masih mempertahankan metode-metode pembelajaran lama. Kemampuan guru sebagai salah satu usaha meningkatkan mutu pendidikan di sekolah dimana guru merupakan elemen di sekolah yang secara langsung dan aktif bersinggungan dengan siswa, kemampuan yang dimaksudkan adalah kemampuan mengajar dengan menerapkan model pembelajarn yan tepat, efisien dan efektif.
Menurut UNESCO: “learning to know, learning to do, learning to be, and learning to live together “ siswa bukan hanya duduk diam dan mendengarkan. Siswa harus diberdayakan agar siswa mau serta mampu berbuat untuk memperkaya pengelaman belajar (learning to do ). Interaksi siswa dengan lingkungannya menuntut mereka untuk memahami pengetahuan yang berkaitan dengan dunia sekitarnya (learning to know). Interaksi tersebut diharapkan siswa dapat membangun jati diri (learning to be). Kesempatan berinteraksi dengan berbagai individu atau kelompok yang bervariasi akan membentuk kepribadian untuk memahami kebersamaan, bersikap toleransi terhadap teman (learning to live together). Untuk mencapai tujuan yang diatas dibutuhkan metode pengajaran yang sesuai, salah satunya adalah metode pembelajaran Based Learning. Based Learning adalah suatu metode pembelajaran kooperatif berdasarkan pada prinsip penggunaan permasalahan sebagai titik awal untuk penggadaan pengetahuan baru. Pendekatan pemecahan masalah ini menempatkan guru sebagai fasilitator dimana kegiatan belajar mengajar akan dititik beratkan pada keaktifan siswa, kegiatan belajar ini dapat mengasah kemampuan siswa dalam memahami konsep, menggunakan penalaran, memecahkan masalah, mengemukakan gagasan atau ide dan mampu bekerjasama. Proses pembelajaran yang mengikut sertakan siswa secara aktif secara individu maupun kelompok, akan lebih bermakna karena dalam proses pembelajaran siswa mempunyai lebih banyak pengalaman. Dengan pembelajaran dengan metode pembelajaran Based Learning siswa akan lebih kreatif.

B. Tujuan
Dengan strategi pembelajaran baru ini, diharapkan adanya perubahan dari:
1. Mengingat atau menghafal ke arah berpikir dan pemahaman
2. Model ceramah ke pendekatan: discovery learning
3. Belajar secara individu ke belajar bersama-sama
4. Behavioristik ke konstruktivisme, yang ditandai dengan perubahan paradigma pembelajaran, dari paradigma pengetahuan dipindahkan dari otak guru ke otak siswa
5. Terkonstruksinya pengetahuan siswa Karena itulah pendekatan dan strategi pembelajaran yang dapat disarankan adalah suatu pendekatan yang didasarkan pada suatu pendapat bahwa pemahaman suatu konsep atau pengetahuan haruslah dibangun sendiri oleh siswa.

C. Permasalahan
Dari metode pembelajaran Based Learning timbulah berbagai permasalahan antara lain adalah:
➔ Apakah metode Based Learning?
➔ Apa sajakah ciri dari Based Learning?
➔ Apa tujuan dari Based Learning?
➔ Apa sajakah kelemahan dan kelebihan dari Based Learning?





BAB II
PEMBAHASAN

A. METODE BASED LEARNING
Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita mendengar percakapan seperti: “Kalau ada masalah, mari kita diskusikan bersama” atau “ Segala sesuatu akan dapat kita selesaikan dengan baik apabila kita diskusikan permasalahannya”. Dari percakapan tersebut, kita mendapat gambaran bahwa diskusi merupakan pembicaraan antara dua orang atau lebih untuk membicarakan suatu masalah dan menyelesaikannya.
Based learning adalah strategi pengajaran di mana satu kelas dibagi beberapa kelompok, kemudian diberi masalah dan siswa bersama-sama memecahkan masalah tersebut. Satu kelas dibagi beberapa kelompok yang mesing-masing kelompok terdiri dari 3-6 orang untuk mendiskusikan suatu topik atau memecahkan suatu masalah, bisa dilakukan di dalam kelas atau di luar kelas. Dalam satu kelompok ini, mereka mempunyai tugas diantaranya:
o Membantu memecahkan masalah yang dihadapi
o Menampilkan saran-saran untuk mendiskusikan atau memecahkan masalah
o Mendengarkan baik-baik dan menghargai sumbangan pikiran anggota-anggota lainnya
o Mengembangkan pendapat atas dasar pendapat anggota lainnya
Memecahkan masalah merupakan metode belajar yang mengharuskan pelajar untuk menemukan jawabannya. Metode ini dapat didasarkan pada penelitian, pengajaran proyek, pengajaran unit yang terintegrasi, pendekatan interdisipliner, pelajaran individual dan pengajaran yang aktif. Yang penting ialah, bahwa setiap metode yang digunakan mempunyai tujuan untuk mendidik anak agar sanggup memecahakn masalah. Langkah-langkah yang diikuti dalam pemecahan masalah, pada umumnya seperti yang dikemukakan oleh John Dewey, yaitu:
o Pelajar dihadapkan pada masalah
o Pelajar merumusakan masalah itu
o Pelajar merumuskan hipotesis
o Pelajar menguji hipotesis tersebut
Pada umumnya, yang hadir di ruang kelas adalah terjadinya pembelajaran tradisional yang di mana proses pembelajaran yang terjadi bersifat memusatkan pada guru,dengan menjadikan siswa sebagai objek pembelajaran dengan aktivitas utamanya untuk menghafal materi pelajaran, mengerjakan tugas dari guru, menerima hukuman jika melakukan kesalahan, dan kurang mendapatkan penghargaan terhadap hasil kerjanya. Situasi pembelajaran seperti ini jika terus dipertahankan akan membawa dampak yang buruk bagi siswa, di mana kondisi ini akan memunculkan sikap kegagalan dan mempertahankan diri. Siswa akan merasa apa yang mereka kerjakan bukan merupakan apa yang mereka inginkan. Jika terjadi sesuatu di luar keinginan siswa, maka dia akan berusaha untuk berbohong atau menutupi apa yang mereka rasakan dan alami dalam kegiatan pembelajaran.
Mengapa menggunakan based learning? Karena Based learning menawarkan sebuah konsep untuk menciptakan pembelajaran dengan berorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak siswa. Tiga strategi utama yang dapat dikembangkan dalam based learning adalah:
1. Menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir siswa.Dalam setiap kegiatan pembelajaran, sering-seringlah guru memberikan soal-soal materi pelajaran yang memfasilitasi kemampuan berpikir siswa dari mulai tahap pengetahuan sampai tahap evaluasi. Soal-soal pelajaran dikemas semenarik mungkin, misalnya melalui teka-teki, simulasi games, agar siswa dapat terbiasa untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya dalam konteks pemberdayaan potensi otak siswa.
2. Menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan. Hindarilah situasi pembelajaran yang membuat siswa merasa tidak nyaman dan tidak senang terlibat di dalamnya. Lakukan kegiatan pembelajaran dengan diskusi kelompok yang diselingi dengan permainan-permainan menarik, dan upaya-upaya lainnya yang mengeliminasi rasa tidak nyaman pada diri siswa. seseorang akan belajar dengan segenap kemampuan apabila dia menyukai apa yang dia pelajari dan dia akan merasa senang terlibat di dalamnya.
3. Menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa. Siswa sebagai pembelajar dirangsang melalui kegiatan pembelajaran untuk dapat membangun pengetahuan mereka melalui proses belajar aktif yang mereka lakukan sendiri. Bangun situasi pembelajaran yang memungkinkan seluruh anggota badan siswa beraktivitas secara optimal, misal mata siswa digunakan untuk membaca dan mengamati, tangan siswa bergerak untuk menulis, kaki siswa bergerak untuk mengikuti permainan dalam pembelajaran, mulut siswa aktif bertanya dan berdiskusi, dan aktivitas produktif anggota badan lainnya.
Selain itu , alasan menggunakan metode based learning ialah:
o Meningkat pendidikan untuk semua siswa
o Mengubah pola mengajar dari memberitahu ke melakukan
o Menyediakan kesempatan bagi siswa untuk belajar sesuai dengan minat dan membuat keputusan sendiri
o Memberi kesempatan siswa untuk berdiskusi tentang bagaimana mereka akan menemukan jawaban pertanyaan atau memecahkan masalah
o Memungkinkan siswa melek teknologi
o Melengkapi siswa dengan keterampilan dan rasa percaya diri untuk sukses pada kompetisi global
o Mengajarkan inti kurikulum dengan cara interdisiplin
Biasanya, based learning digunakan oleh seorang guru ataupun dosen ketika mengajarkan keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, pertanyaan menarik mionat siswa, bila melatih siswa menjadi pebelajar yang madiri, serta pertanyaan mempunyai kemungkinan jawaban lebih dari satu.
Contoh metode based learning: Guru memberikan suatu studi kasus mengenai kondisi suatu daerah tertentu yang kekurangan gizi sehingga menyebabkan rendahnya produksi daerah tersebut. Maka para siswa diminta untuk menyelesaikan dua masalah yang saling berkaitan itu dengan mempertimbangkan kondisi daerah itu secara keseluruhan termasuk soal keuangan, kelembagaan dan sumber-sumber lainnya yang tersedia bagi pembangunan.





B. CIRI- CIRI METODE BASED LEARNING
o Mengorientasikan siswa kepada masalah autentik
o Membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, keterampilan intelektual, dan belajar berbagai peran orang dewasa dengan terlibat dalam pengalaman nyata/simulasi
o Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
o Penyelidikan autentik
o Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya
o Menghindari pembelajaran terisolasi dan berpusat pada guru
o Menciptakan pembelajaran interdisiplin, berpusat pada siswa dalam jangka waktu lama
o Terintegrasi dengan dunia nyata dan pengalaman praktis
o Mengajarkan kepada siswa untuk mampu menerapkan apa yang mereka pelajari di sekolah dalam kehidupannya yang panjang
o Pembelajaran berpusat pada siswa.
o Pembelajaran terjadi pada kelompok kecil.
o Guru berperan sebagai tutor dan pembimbing.
o Masalah diformulasikan untuk memfokuskan dan merangsang pembelajaran
o Masalah adalah kenderaan untuk pengembangan keterampilan pemecahan masalah.
o Informasi baru diperoleh lewat belajar mandiri.



C. TUJUAN METODE BASED LEARNING
o Mengembangkan pengetahuan, tentang apakah yang dilakukan dan bagaimana melakukan hal tersebut
o Mengembangkan sikap, tentang keinginan atau kemauan untuk mempraktekkan apa yang telah dipelajari
o Mengembangkan keterampilan, tentang abilitas untuk menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh melalui proses latihan pada pekerjaan tertentu.
o Melatih siswa berpikir tingkat tinggi dan pemecahan masalah,
o Melatih siswa menjadi pebelajar yang mandiri (self regulated learning)
o Memperluas pandangan
o Siswa didorong menggunakan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah
o Siswa mamapu menyatakan pendapatnya secara lisan. Hal itu melatih kehidupan yang demokratis.
o Memberi kemungkinan pada siswa untuk belajar berparisipasi dalam pembicaraan untuk memecahkan suatu masalah bersama
o Mengembangkan keterampilan bertanya, berkomunikasi, menafsirkan, dan menyimpulkan pada diri siswa.
o Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan konsep diri yang lebih positif
o Membantu mengembangkan kepemimpinan
o Memberi kemungkinan untuk saling mengemukakan pendapat
o Mengembangkan rasa sosial, karena bisa saling membantu dalam memecahkan soal
Sementara itu, guru mempunyai peran sebagai berikut:
o Mengajukan masalah otentik/mengorientasikan siswa/mahasiswa kepada masalah
o Memfasilitasi/membimbing penyelidikan pada saat pengamatan atau eksperimen
o Memfasilitasi dialog antara siswa
o Mendukung belajar siswa
o Memberikan instruksi verbal kepada siswa untuk membantu siswa memecahkan masalah. Instruksi verbal maksudnya ialah membimbing atau menjuruskan pemikiran pelajar itu ke arah tertentu

D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN METODE BASED LEARNING
a. Kelebihan
o Metode ini memberikan kesempatan pada siswa untuk mengemukakan pendapat
o Menguntungkan para siswa yang lemah dalam pemecahan masalah. Karena pemecahan masalah dilakukan oleh kelompok biasanya lebih tepat daripada memecahkan masalah secara perseorangan
o Meningkatkan kemungkinan siswa berpikir kritis
o Dapat mengembangkan rasa kepemimpinan
o Siswa dapat belajar memehami siswa lain karena pendapat setiap siswa selalu berbeda
o Dapat saling membantu dalam memecahkan masalah
o Meningkatkan keakraban antar siswa
o Membuat siswa lebih aktif
o Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari
o Menimbulkan ide-ide baru
b. Kelemahan
o Metode ini tidak menjamin penyelesaian, sekalipun kelompok setuju atau membuat kesepakatan . Sebab keputusan yang dicapai belum tentu dilaksanakan
o Seringkali didominasi oleh seorang atau beberapa orang anggota diskusi dan menyebabkan orang yang tidak berminat hanya sebagai penonton
o Kadangkala, terjadi adanya pandangan dari berbagai sudut bagi masalah yang dipecahkan, bahkan mungkin pembicaraan menjadi menyimpang, sehingga memerlukan waktu yang panjang.
o Seingkali anggota kelompok mencoba mendominasi pembicaraan, sedangkan anggota lainnya mungkin segan untuk ikut berpartisipasi.
o Model pembelajaran Based Learning biasa dilakukan secara berkelompok membuat siswa yang malas semakin malas
o Siswa merasa guru tidak pernah menjelaskan karena model pembelajaran ini menuntut siswa yang lebih aktif

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas bahwa pembelajaran Based learning adalah strategi pengajaran di mana satu kelas dibagi beberapa kelompok, kemudian diberi masalah dan siswa bersama-sama memecahkan masalah tersebut.namun dalam setiap pembelajaran memiliki kelemahan dan kekurangan.namun dalam pembelajaran ini siswa dituntut untuk aktif.Selain itu Based Learning adalah suatu metode pembelajaran kooperatif berdasarkan pada prinsip penggunaan permasalahan sebagai titik awal untuk penggadaan pengetahuan baru.

B. SARAN
Dari pembelajaran Based learning dapat disarankan bahwa dari kelemahan dan kelebihanya siswa diharapkan mampu untuk :
➢ Belajar mengemukakan pendapat atau berbicara
➢ Mengasah siswa untuk mencari ide ide
➢ Belajar untuk memahami pendapat dan diharapkan lebih mengerti dengan penjelasan teman atau kelompok.






DAFTAR PUSTAKA

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rinneka Cipta
Internet
Nasution, S. 1982. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bina Aksara
N.K, Roestiyah dan Yumiati Suharto. 1985.Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara
Pasaribu I.L dan B. Simandjutak. 1982. Proses Belajar-Mengajar. Bandung: Penerbit Tarsito
Staton, Thomas F. 1978. Cara Mengajar dengan Hasil yang Baik: Metode-metode Mengajar Modern dalam Pendidikan Orang Dewasa. Bandung: Penerbit cv. Diponegoro
Surakhmad, Winarno.1980. Pengantar Interaksi Mengajar- Belajar: Dasar dan Teknik Metodologi Pengajaran. Bandung: Penerbit Tarsito
Surjadi, A. 1989. Membuat Siswa Aktif Belajar: 65 Cara Belajar Mengajar dalam Kelompok. Bandung: Mandar Maju
http://www.anakciremai.com

makalah pendidikan orang dewasa

makalah pendidikan orang dewasa 

 

by : http://makalah-pendidikan-orang-dewasa.blogspot.com/2011/05/makalah-pendidikan-orang-dewasa.html

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Kesadaran bahwa belajar adalah proses menjadi dirinya sendiri (process of becoming person) bukan proses untuk dibentuk (process of beings haped) menurut kehendak orang lain, membawa kesadaran yang lain bahwa kegiatan belajar harus melibatkan individu atau client dalam proses pemikiran: apa yang mereka inginkan, apa yang dilakukan, menentukan dan merencanakan serta melakukan tindakan apa saja yang perlu untuk memenuhi keinginan tersebut. Inti dari pendidikan adalah menolong orang belajar bagaimana memikirkan diri mereka sendiri, mengatur urusan kehidupan mereka sendiri untuk berkembang dan matang, dengan mempertimbangkan bahwa mereka juga sebagai makhluk sosial.
Di tahun 70 an dikenal sebuah proyek yang disebut dengan PPSP (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan). Pada waktu itu, siswa dibebaskan menentukan seberapa cepat dia bisa menyelesaikan masa studinya. Siswa diberi Lembaran Kegiatan Siswa (LKS) yang berisikan tentang teori-teori materi yang dipelajari, dan kalau siswa beranggapan sudah menguasai, maka diberi lembar latihan dari LKS tadi dan kalau sudah merasa siap, maka siswa bisa mengambil sendiri Lembar Test Formatif. Fungsi Guru pada waktu itu adalah menjelaskan apabila bertanya dan menilai hasil test formatif tersebut. Di PPSP ini, murid kelas 1 SMP (waktu itu disebut kelas 6), itu bisa saja menempuh pelajaran kelas 2 SMP (kelas 7) maupun menempuh kelas 8 (3 SMP), sehingga pada waktu itu, cukup banyak yang mampu menempuh level SMP hanya dalam waktu 2 tahun. PPSP mencanangkan program SD hanya 5 tahun, SMP bisa ditempuh 2 tahun dan SMA juga bisa ditempuh 2 tahun juga, tergantung kepada kemampuan dari siswa.

Kegiatan belajar yang melibatkan individu atau client dalam proses menentukan apa yang mereka inginkan, apa yang akan dilakukan, adalah beberapa prinsip dari teori belajar Andragogi. Teori belajar Andragogi sering juga disebut dengan teori belajar orang dewasa. Makalah ini akan membahas tentang Teori Belajar Andragogi tersebut dan membahas kelemahan serta keunggulannya.

1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian andragogi?
2. Apakah fungsi andragogi?
3. Apa bentuk Perkembangan Teori Andragogi dalam masyarakat?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian andragogi
2. Mengatahui fungsi andragogi
3. Mengetahui Perkembangan Teori Andragogi dalam masyarakat








BAB II
BAHASAN

2.1. Andragogi
Andragogi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yakni Andra berarti orang dewasa dan agogos berarti memimpin. Perdefinisi andragogi kemudian dirumuskan sebagau "Suatu seni dan ilmu untuk membantu orang dewasa belajar". Kata andragogi pertama kali digunakan oleh Alexander Kapp pada tahun 1883 untuk menjelaskan dan merumuskan konsep-konsep dasar teori pendidikan Plato. Meskipun demikian, Kapp tetap membedakan antara pengertian "Social-pedagogy" yang menyiratkan arti pendidikan orang dewasa, dengan andragogi. Dalam rumusan Kapp, "Social-pedagogy" lebih merupakan proses pendidikan pemulihan (remedial) bagi orang dewasa yang cacat. Adapun andragogi, justru lebih merupakan proses pendidikan bagi seluruh orang dewasa, cacat atau tidak cacat secara berkelanjutan. Apa itu pendidikan orang dewasa dan bagaimana dia berbeda dalam teori dan praktek dari persiapan pendidikan anak-anak dan pemuda. Pendidikan orang dewasa didefinisikan, digambarkan serta dipertimbangkan dalam hubungannya dengan profesi pelayanan manusia yang lain.
A. Pendidikan dan Sekolah
Sejauh ini pendidikan berperan dalam meyiapkan beberapa fungsi stereotip tertentu, situasi stabil, untuk keeksistensian, untuk perdagangan atau pekerjaan tertentu. Secara garis besar penddidikan dipandang sebagai usaha secara langsung, sistematis, dan mendukung untuk mentransfer, membangkitkan, atau mendapatkan pengetahuan, maka tingkah laku, nilai-nilai, keterampilan, dan hasil yang lainnya dari usaha tersebut,* karenanya jelaslah bahwa pendidikan orang dewasa dan anak-anak seperti yang terdapat sekarang ini dan di masa serta tempat manapun serta melalui banyak aktivitas.

Pembelajaran Sepanjang Hayat
Penasehat pendidikan sepanjang masa berpendapat bahwa pendidikan adalah sebuah proses yang berlangsung dari satu bentuk ke bentuk yang lain sepanjang hayat, dan itulah tujuan dan bentuk yang harus diadaptasi sesuai dengan kebutuhan tiap individu pada tahapan yang berbeda dalam perkembangan mereka. Pendidikan dipandang sebagai bagian tak terpisahkan dalam kehidupan dan semua lembaga masyarakat dengan potensi pendidikan dianggap sebagai sumber pembelajaran.
1. konsep dari pembelajaran sepanjang masa berkontradiksi dengan konsep kebijakan konvensional yang kaku dan membingungkan
2. Implikasi besar selanjutnya adalah bahwa masyarakat harus membuat pencegahan yang cukup untuk mencukupi kebutuhan pendidikan bagi orang dewasa yang telah meninggalkan sekolah formal
3. adalah sistem pendidikan formal harus ditata ulang sehingga bisa cukup fleksibel untuk mengakomodasi pilihan-pilihan individu dan menyiapkan pemuda untuk melanjutkan pendidikannya sebagai pelajar yang termotivasi secara mandiri dan kompeten
B. Konteks Sosial Pendidikan Sepanjang Masa
Teknologi yang berbasis sain dan teknologi pasca-industri yang dimiliki oleh ekonomi modern telah mengarah kepada produktivitas yang meningkat tajam, pendapatan yang bisa dibuang, waktu luang, dan pencapaian pendidikan.
Telah diperkirakan bahwa dalam beberapa bidang, seperti teknik dan obat-obatan, “separuh kehidupan” dari pendidikan diperoleh di sekolah professional kurang lebih 5 tahun.5 Karenanya, dalam beberapa tahun, separuh dari apa yang dipelajari dokter atau teknisi di ruang kelas menjadi rintangan. Pengetahuan bukan saja terus berkembang besar, tetapi struktur pengetahuan, teknologi, dan pekerjaan menjadi lebih kompleks dan rumit.
Tekanan ekonomi dan sosial pada masyarakat paascaindustri juga telah mempengaruhi komposisi sosio-demografis dari negara-negara yang paling terindustrialisasi, dengan berbagai cara yang hampir pasti akan mendorong ekspansi yang terus menerus pada kesempatan belajar sepanjang masa.
Perubahan status wanita dalam masyarakat industri yang maju juga memiliki dampak yang penting bagi masa depan pendidikan orang dewasa.
Perubahan struktural jangka panjang dalam pasar tenaga kerja mendasari perubahan-perubahan yang terjadi dalam dunia kerja. Penurunan jenis pekerjaan di sektor agraris, bagi pekerja tidak terlatih dan bagi pekerja kasar pada umumnya berpengaruh sangat besar, dengan permintaan lebih pada pekerjaan kantoran serta sektor pelayanan dan profesional/teknis.
Kesimpulannya, tekanan ekonomi, sosio-kultural, dan demografis, dan bukan sekedar harapan dari pendidik yang tercerahkan sedang membantu perwujudan pendidikan sepanjang masa ini.
C. Sifat Pendidikan Orang Dewasa
Segala jenis pendidikan tentunya melibatkan proses belajar. konsep pendidikan yang dijelaskan sebelumnya yakni usaha secara langsung, sistematis, dan kokoh untuk mengirimkan, memunculkan, atau mendapatkan pengetahuan. Pembelajaran dapat terjadi secara tidak langsung atau insidental, tidak terorganisir, dan dalam waktu yang sangat singkat. Pendidikan orang dewasa itu sendiri terjadi di pembelajaran mandiri, di mana pelajar bertanggungjawab sepenuhnya terhadap desain dan pelaksanaan kegiatan belajar mereka, dan pendidikan terarah lainnnya, dimana guru, pemimpin, tim produksi media, atau agen pendidikan yang lain bertanggungjawab sepenuhnya terhadap manajemen pembelajaran.
Sifat belajar bagi orang dewasa adalah bersifat subjektif dan unik, maka terlepas dari benar atau salahnya, segala pendapat, perasaan, pikiran, gagasan, teori, sistem nilainya perlu dihargai. Tidak menghargai (meremehkan dan menyampingkan) harga diri mereka, hanya akan mematikan gairah belajar orang dewasa. Namun demikian, pembelajaran orang dewasa perlu pula mendapatkan kepercayaan dari pembimbingnya, dan pada akhirnya mereka harus mempunyai kepercayaan pada dirinya sendiri. Tanpa kepercayaan diri tersebut, maka suasana belajar yang kondusif tak akan pernah terwujud.
Sebagaimana dikatakan Grattan, seseorang harus menyadari perbedaan antara pendidikan dari orang dewasa dan pendidikan orang dewasa karena yang pertama lebih mencakup banyak hal.
Orang dewasa memiliki sistem nilai yang berbeda, mempunyai pendapat dan pendirian yang berbeda. Dengan terciptanya suasana yang baik, mereka akan dapat mengemukakan isi hati dan isi pikirannya tanpa rasa takut dan cemas, walaupun mereka saling berbeda pendapat. Orang dewasa mestinya memiliki perasaan bahwa dalam suasana/ situasi belajar yang bagaimanapun, mereka boleh berbeda pendapat dan boleh berbuat salah tanpa dirinya terancam oleh sesuatu sanksi (dipermalukan, pemecatan, cemoohan, dll).
Keterbukaan seorang pembimbing sangat membantu bagi kemajuan orang dewasa dalam mengembangkan potensi pribadinya di dalam kelas, atau di tempat pelatihan. Sifat keterbukaan untuk mengungkapkan diri, dan terbuka untuk mendengarkan gagasan, akan berdampak baik bagi kesehatan psikologis, dan psikis mereka. Di samping itu, harus dihindari segala bentuk akibat yang membuat orang dewasa mendapat ejekan, hinaan, atau dipermalukan. Jalan terbaik hanyalah diciptakannya suasana keterbukaan dalam segala hal, sehingga berbagai alternatif kebebasan mengemukakan ide/gagasan dapat diciptakan.\
Dalam hal lainnya, tidak dapat dinafikkan bahwa orang dewasa belajar secara khas dan unik. Faktor tingkat kecerdasan, kepercayaan diri, dan perasaan yang terkendali harus diakui sebagai hak pribadi yang khas sehingga keputusan yang diambil tidak harus selalu sama dengan pribadi orang lain. Kebersamaan dalam kelompok tidak selalu harus sama dalam pribadi, sebab akan sangat membosankan kalau saja suasana yang seakan hanya mengakui satu kebenaran tanpa adanya kritik yang memperlihatkan perbedaan tersebut. Oleh sebab itu, latar belakang pendidikan, latar belakang kebudayaan, dan pengalaman masa lampau masing-masing individu dapat memberi warna yang berbeda pada setiap keputusan yang diambil.
Bagi orang dewasa, terciptanya suasana belajar yang kondusif merupakan suatu fasilitas yang mendorong mereka mau mencoba perilaku baru, berani tampil beda, dapat berlaku dengan sikap baru dan mau mencoba pengetahuan baru yang mereka peroleh. Walaupun sesuatu yang baru mengandung resiko terjadinya kesalahan, namun kesalahan, dan kekeliruan itu sendiri merupakan bagian yang wajar dari belajar.
Pada akhirnya, orang dewasa ingin tahu apa arti dirinya dalam kelompok belajar itu. Bagi orang dewasa ada kecenderungan ingin mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya. Dengan demikian, diperlukan adanya evaluasi bersama oleh seluruh anggota kelompok dirasakannya berharga untuk bahan renungan, di mana renungan itu dapat mengevaluasi dirinya dari orang lain yang persepsinya bisa saja memiliki perbedaan.
D. Menyikap Definisi
* Pendidikan orang dewasa tidak berkaitan dengan hal mempersiapkan orang dalam menjalani kehidupannya tetapi lebih membantu orang dewasa agar mereka sukses dalam menjalani kehidupannya, meningkatkan kompetensi mereka atau transisi negosiasi dalam peran sosial mereka (pekerja, orang tua, pensiunan, dan lain-lain), membantu mereka mendapatkan pemuasan yang lebih baik dalam kehidupan pribadi mereka dan membantu mereka dalam memecahkan masalah pribadi dan masyarakat mereka.
Kesimpulan devinisi
“Pendidikan orang dewasa adalah sebuah proses yang peranan sosial utamanya adalah membentuk karakteristik status orang dewasa yang menjalankan aktivitas pembelajaran utuh dan sistematis yang bertujuan memberikan perubahan dalam hal ilmu pengetahuan, tingkah laku, nilai atau kemampuan….”


E. Tujuan dan Isu
“Istilah pendidikan orang dewasa bermakna seluruh proses edukasi yang terorganisir, apapun isinya, level, metode, apakah formal atau sebaliknya, apakah proses tersebut panjang atau menggantikan pendidikan awal di sekolah, perguruan tinggi, universitas serta dalam kewirausahaan, di mana di dalamnya, orang-orang dianggap sebagai orang dewasa oleh masyarakat dan mereka mengembangkan kemampuan mereka, mendapatkan pengetahuan mereka, meningkatkan kualifikasi teknis dan professional mereka atau mengubah diri mereka mengikuti sebuah arahan baru dan membawa perubahan dalam sikap dan tingkah laku mereka dalam perspektif dua arah pada perkembangan personal dan partisipasi dalam perkembanagaan kultural, ekonomi, sosial independen dan seimbang.”
Definisi ini menyatakan bahwasanya pendidikan orang dewasa sebaiknya dilihat sebagai sebuah komponen integral pada sebuah skema global untuk “pendidikan dan pembelajaran seumur hidup.”
UNESCO memandang perkembangan sosial dan individual (yaitu komunitas dan nasional) sebagai tujuan utama yang sama untuk pendidikan orang dewasa, sementara yang lain tidak setuju dan kadang-kadang menolak validitas perkembangan sosial sebagai sebuah tujuan pendidikan. Pendidikan dibedakan dari indoktrinasi, sebuah perbedaan yang mungkin lebih mudah dibuat dalam pendidikan orang dewasa daripada dalam pendidikan swasta.
F. Cakupan Bidang
Bahwasanya program edukasional ekstensif dalam sektor korporasi yang di-desain untuk membantu para pelanggan dalam menggunakan produk-produk atau pelayanan yang mereka ambil, merupakan sebuah aktivitas yang sama dengan program di rumah sakit dan organisasi perawatan kesehatan yaitu pendidikan terhadap pasien. Kesatuan buruh, juga memberikan ruang yang luas dalam program edukasional bagi anggota mereka dan para pekerja.


2.2. Fungsi Dasar
Fungsi dasar pendidikan orang dewasa adalah instruksi, konseling, perkembangan program dan administrasi. Proses pengembangan program melibatkan penilaian pada kebutuhan pelajar, membuat dan mengeksekusi keputusan yang diperlukan dalam aktivitas belajar untuk memposisikan dan mengevaluasi hasil.
Keunikan dan keterpusatan fungsi pengembangan program dalam pendidikan orang dewasa berasal dari perbedaan tujuan dan kebutuhan pendidik orang dewasa.
Sebuah upaya dilakukan untuk mempertemukan bermacam-macam perubahan individu dan kebutuhan kelompok walaupun berupa program jangka pendek. Hal ini mengikuti pernyataan bahwa pendidikan orang dewasa lebih distandarisasi seperti dalam program remidi atau kesempatan kedua yang mensejajarkan kurikulum pendidikan remaja, dan fungsi pengembangan program tidaklah begitu penting.
A. Guru
Guru untuk orang dewasa, sebagaimana guru anak-anak dan remaja, juga serius dalam mentransfer dan membangkitkan pengetahuan, sikap, nilai-nilai, serta kemampuan dengan cara yang sistematis. Tentu saja terdapat perbedaan antara mengajarkan orang dewasa dengan remaja, dan tingkat perbedaan ini pada praktiknya bervariasi. Fase “mentransfer dan membangkitkan” memperhatikan esensi perbedaan penting ini. Terkadang, karena tradisi dan pendidikan atau karena tingginya struktur sifat mata pelajaran yang akademis dan mengarah pada kejuruan, penekanan pada seting yang lebih formal yang serupa sekolah cenderung pada transfer pengetahuan oleh guru. Konsep pengajaran semacam ini telah lama ditekankan pada kepustakaan profesional karena ia memperhatikan beberapa karakteristik khusus orang dewasa selaku pelajar. Pada kenyataannya, kepustakaan orang dewasa sering tidak menyebut kata guru, tapi pemimpin, mentor, dan fasilitator. Sedang dalam konsep pengajaran ini, kata guru digunakan karena familiar dan, dalam pengertian yang lebih luas, menunjukkan ke semua orang siapa yang secara langsung memfasilitasi pembelajaran.
Kondisi, tujuan, dan aktivitas guru orang dewasa yang sangat beragam ditujukan untuk menghindari segala hal kecuali deskripsi yang paling umum. Kebanyakan guru orang dewasa adalah sukarelawan yang mengajar di banyak komunitas, seperti dalam asosiasi program pendidikan sukarela.
B. . Konselor
Fungsi konseling yang langsung mempertinggi penyediaan informasi tentang kesempatan pendidikan dan karir, bantuan dalam membut pilihan pendidikan dan pekerjaan, serta bantuan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang mengganggu proses belajar. Jumlah konselor orang dewasa yang ditunjuk sangatlah sedikit, sehingga kebanyakan bagian dari konseling yang ada dilakukan oleh guru, pengembang program, dan administrator. Sebuah studi tentang program pendidikan dasar orang dewasa di kota besar melaporkan bahwa kebutuhan akan konseling sangatlah besar dan suplai konselor sangat sedikit, sehingga para guru yang memikulnya tak peduli apakah mereka siap atau tidak. Rasio konselor ke pelajar dalam agen pendidikan sekolah umum orang dewasa yang komprehensif adalah 1 berbanding 5000. Pada lingkup pendidikan yang lebih tinggi, khususnya komunitas perguruan tinggi, rasio ini umumnya lebih kecil, tapi sumberdaya konselor jarang mencukupi kebutuhan. Sebagai bagian dari peraturan, konselor biasanya ada untuk pelajar dewasa dalam pendidikan dasar, penyelesaian sekolah menengah, dan program perguruan tinggi, namun jarang terdapat di lingkup pendidikan yang kurang formal. Ujian dan penyerahan kepada agen pelayanan sosial dan kesehatan cenderung menjadi fungsi konseling yang menonjol di ABE dan program penyelesaian sekolah menengah, sedangkan konseling pekerjaan (biasanya dalam kelompok), bimbingan akademik, dan pengembangan kemampuan studi lebih condong ke karakteristik lingkup pendidikan yang lebih tinggi.
Pemberian konseling pada pelajar dewasa, sebagaimana pengajaran mereka, sebagian besar masih dilakukan oleh orang-orang yang meluangkan paruh waktunya untuk mereka. Namun, sepertinya jumlah konselor yang bekerja full-time akan terus bertambah.
C. . Pengembang Program / Administrator
Mayoritas pendidik orang dewasa yang bekerja full-time dipekerjakan di peran administrati atau semi-administratif yang meliputi pengembangan program dan fungsi manajemen. Pendidik paruh waktu tentu juga memiliki peran yang sama.
Faktor lain yang menguatkan bercampurnya peran pengembangan program dan peran administratif dalam pendidikan orang dewasa. Kekurangan staf pengajar yang full-time pada kebanyakan pendidikan orang dewasa menyebabkan administrator perlu memikul fungsi tertentu yang normalnya dikerjakan oleh anggota staf pengajar.
Pada banyak kasus, agen pendidikan orang dewasa adalah suatu sub-unit dari organisasi yang lebih besar di mana tujuan utamanya bukanlah pendidikan orang dewasa atau bahkan bukan pendidikan.
Kesempatan suksesnya program dan terus-menerus bertambahnya pelajar baru bahkan guru seringkali didasarkan pada koneksi dan hubungan dengan berbagai kelompok dan organisasi dalam komunitas yang lebih luas. Menurut Beder, koneksi dan hubungan bisa jadi sangat krusial dalam menjamin sumberdaya yag diperlukan seperti pelajar, guru, dukungan politis, dan terkadang bahkan fasilitas, serta layanan seperti perawatan anak dan penempatan kerja. Bahkan, unit pendidikan yang mandiri dan kepelatihan pada kemiliteran dan industri pun seringkali menemukan bahwa membangun hubungan dengan pihak luar, terutama pihak perguruan tinggi dan universitas, sangatlah berguna.
D. Studi Kesarjana
Meskipun ada perkembangan pesat dalam jumlah program kesarjana dan jumlah kesarjana dengan persiapan formal dalam pendidikan orang dewasa, tapi mayoritas program berbasis universitas ukurannya paling sederhana, setidaknya jika diukur dengan istilah anggota fakultas yang full-time.
Tujuan pendidikan, kurikulum-kurikulum, dan orientasi bidang pendidikan orang dewasa di masing-masing program kesarjana berbeda-beda. Beberapa program baru, khususnya yang didirikan dengan bantuan pemerintah pusat di Selatan pada akhir tahun 1960-an, sangat berorientasi pada pelatihan personil pendidikan dasar orang dewasa. Karena kelangkaan posisi full-time bagi pendidik orang dewasalah maka studi kesarjana pada kebanyakan universitas menyanggupi untuk menyiapkan pengembangan program dan peran administrasi dalam spektrum lingkup yang luas.
Fleksibilitas juga didapatkan lewat pembelajaran mandiri (yang diarahkan sendiri) yang berbeda dengan menggunakan sarana seperti studi independen, lapangan kerja, dan kursus internship (keahlian). Konsekuensinya, sarjana datang dari background yang berbeda-beda dan biasanya telah memiliki pengalaman profesional dalam pendidikan orang dewasa atau bidang terkait sebelum melewati studi kesarjana.
Universitas adalah sebuah institusi yang tidak hanya menyiapkan tenaga pendidik perguruan tinggi. Volume terbesar dari pelatihan pemimpin pendidikan dewasa yang teroganisir terjadi dalam institusi pendukung program, seperti industri dan perusahaan komersial, sekolah umum, departemen pemerintahan yang berperan penting, dan asosiasi sukarelawan.
E. Riset (Penelitian)
Penciptaan kumpulan ilmu pengetahuan dalam pendidikan perguruan tinggi melalui pencarian yang sistematis dan teratur telah tertinggal jauh dari perkembangan program pelatihan sarjana. Pendidik perguruan tinggi telah sangat bergantung pada teori umum dan penemuan penelitian dalam pendidikan dan ilmu alamiah sosial yang sangat penting bagi semua pendidik. Bagaimanapun juga, kumpulan ilmu pengetahuan umum yang teruji belum terpenuhi.
Sementara melalui evaluasi/ analisa menyeluruh dari sseluruh sumbangan para ilmuwan untuk pemahaman kita dari pembelajaran orang dewasa dan pendidikan adalah tidak mungkin disini, kita harus mengingat secara ringkas perkembangan-perkembangan yang berarti.
Tidak ada keraguan bahwa ilmuwan sosial akan terus membuat kontribusi penting untuk pemahaman kita tentang pendidikan tinggi dan bahwa peneliti pendidikan tinggi akan melanjutkan untuk menggunakan topic-topik dan penemuan penelitian dari sosialogi, psikologi, ekonomi, dan disiplin ilmu yang lain.
Meski yang paling mendasar dan secara luas mempunyai asumsi tentang pembelajar dewasa dan kondisi-kondisi yang mendukung pembelajaran dewasa telah berdampak sangat kecil kepada penelitian ilmiah yang menyeluruh dan teliti. Hal ini belum didemonstrasikan secara jelas, sebagai contoh, bahwa peserta yang aktif oleh orang dewasa dalam merencanakan atau menerapakan aktifitas belajar mereka mempunyai dampak yang penting pada hasil pendidikan.
Kebanyakan riset pada pendidikan tinggi terjadi dalam universitas, dan dalam jumlah terbesar berasal dari mahasiswa program doctor dalam bentuk disertasi.
F. Organisasi Profesional
Banyak organisasi dimana pendidik orang dewasa dan institusi pendidikan orang dewasanya mempunyai banyak tujuan dan dan kondisi yang memberi karakter pendidikan tinggi saat ini. Organisasi-organisasi ini memenuhi beberapa fungsi penting untuk kelanjutan perkembangan bidang dan praktisinya. Mungkin fungsi paling penting dari organisasi pendidikan orang dewasa adalah perkembangannya professional.
G. Identitas Profesional
Sifat pendidikan orang dewasa adalah sebuah usaha yang tidak bisa didominasi oleh lembaga manapun dan tidak pernah bisa dikurangi untuk satu tujuan atau fungsi selain memperluas komitmen utnuk manusia dan perkembangan sosial. Dalam beberapa hal, pendidikan orang dewasa sama dengan sub bidang yang lain dalam pendidikan professional yang lebih luas, seperti pendidikan atau bimbingn khusus, tetapi di lain hal sangat berbeda, karena ini tidak terikat pada sekolah-sekolah atau kondisi yang mirip sekilah dan tujuan-tujuannya.
2.3. Perkembangan Teori Andragogi Dalam Masyarakat
Malcolm Knowles dalam publikasinya yang berjudul "The Adult Learner, A Neglected Species" yang diterbitkan pada tahun 1970 mengungkapkan teori belajar yang tepat bagi orang dewasa. Sejak saat itulah istilah "Andragogi" makin diperbincangkan oleh berbagai kalangan khususnya para ahli pendidikan.
Sebelum muncul Andragogi, yang digunakan dalam kegiatan belajat adalah Pedagogy. Konsep ini menempatkan murid/siswa sebagai obyek di dalam pendidikan, mereka mesti menerima pendidikan yang sudah di setup oleh sistem pendidikan, di setup oleh gurunya/pengajarnya. Apa yang dipelajari, materi yang akan diterima, metode panyampaiannya, dan lain-lain, semua tergantung kepada pengajar dan tergantung kepada sistem. Murid sebagai obyek dari pendidikan.
Kelemahannya Pedagogi adalah manusia (dalam hal ini adalah siswa) yang memiliki keunikan, yang memiliki talenta, memiliki minat, memiliki kelebihan, menjadi tidak berkembang, menjadi tidak bisa mengeksplorasi dirinya sendiri, tidak mampu menyampaikan kebenarannya sendiri, sebab yang memiliki kebenaran adalah masa lalu, adalah sesuatu yang sudah mapan dan sudah ada sampai sekarang. Perbedaan bukanlah menjadi hal yang biasa, melainkan jika ada yang berbeda itu akan dianggap sebagai sebuah perlawanan dan pemberontakan. Pedagogy memiliki kelebihan, yakni di dalam menjaga rantai keilmuan yang sudah diawali oleh orang-orang terdahulu, maka rantai emas dan benang merah keilmuan bisa dilanjutkan oleh generasi mendatang. Generasi mendatang tidak perlu mulai dari nol lagi, melainkan tinggal melanjutkan apa yang sudah ditemukan, apa yang sudah dirintis, apa yang sudah dimulai oleh generasi mendatang.
Dalam Andragogy inilah, kita kenal istilah-istilah Enjoy Learning, Workshop, Pelatihan Outbond,dll, dan dari konsep Pendidikan Andragogy inilah kemudian muncul konsep-konsep Liberalisme pendidikan, Liberasionisme pendidikan dan Anarkisme pendidikan. Liberalisme pendidikan bertujuan jangka panjang untuk melestarikan dan memperbaiki tatanan sosial yang ada dengan cara mengajar setiap siswa sebagaimana cara menghadapi persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari secara efektif. Liberasionisme pendidikan adalah sebuah sudut pandang yang menganggap bahwa kita harus segera melakukan perombakan berlingkup besar terhadap tatanan politik (dan pendidikan) yang ada sekarang, sebagai cara untuk memajukan kebebasan-kebebasan individu dan mempromosikan perujudan potensi-potensi diri semaksimal mungkin. Bagi pendidik liberasionis, sekolah bersifat obyektif namun tidak sentral dan sekolah bukan hanya mengajarkan pada siswa bagaimana berpikir yang efektif secara rasional dan ilmiah, melainkan juga mengajak siswa untuk memahami kebijaksanaan tertinggi yang ada di dalam pemecahan-pemecahan masalah secara intelek yang paling meyakinkan. Dengan kata lain, liberasionisme pendidikan dilandasi oleh sebuah sistem kebenaran yang terbuka. Secara moral, sekolah berkewajiban mengenalkan dan mempromosikan program-program sosial konstruktif dan bukan hanya melatih pikiran siswa. Sekolahpun harus memajukan pola tindakan yang paling meyakinkan yang didukung oleh sebuah analisis obyektif berdasarkan fakta-fakta yang ada.
Hal ini sejalan dengan pendapat Aristoteles tentang prinsip pendidikan yaitu sebagai wahana pengkajian fakta-fakta, mencari ‘yang obyektif’, melalui pengamatan atas kenyataan. Anarkisme pendidikan pada umumnya menerima sistem penyelidikan eksperimental yang terbuka (pembuktian pengetahuan melalui penalaran ilmiah). Tetapi berbeda dengan liberal dan liberasionis, anarkisme pendidikan beranggapan bahwa harus meminimalkan dan atau menghapuskan pembatasan-pembatasan kelembagaan terhadap perilaku personal, bahwa musti dilakukan untuk membuat masyarakat yang bebas lembaga. Menurut anarkisme pendidikan, pendekatan terbaik terhadap pendidikan adalah pendekatan yang mengupayakan untuk mempercepat perombakan humanistik berskala besar yang mendesak ke dalam masyarakat, dengan cara menghapuskan sistem persekolahan sekalian.


BAB III
PENUTUP

3.1. Saran
Dalam andragogi, peranan guru, pengajar atau pembimbing yang sering disebut dengan fasilitator adalah mempersiapkan perangkat atau prosedur untuk mendorong dan melibatkan secara aktif seluruh warga belajar, maka dalam proses belajar harus memperhatikan elemen-elemen:
1. Menciptakan iklim dan suasana yang mendukung proses belajar mandiri
2. Menciptakan mekanisme dan prosedur untuk perencanaan bersama dan partisipatif.
3. Diagnosis kebutuhan-kebutuhan belajar yang spesifik Merumuskan tujuan-tujuan program yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan belajar
4. Merencanakan pola pengalaman belajar
5. Melakukan dan menggunakan pengalaman belajar ini dengan metoda dan teknik yang memadai.
6. Mengevaluasi hasil belajar dan mendiagnosis kembali kebutuhan-kebutuhan belajar. Ini adalah model proses.
Karena ini merupakan pendidikan untuk orang dewasa maka guru, pengajar atau pembimbing lebih berperan sebagai fasilitator untuk mengembangkan kreatifitas dalam pemecahan masalah secara nyata.
Semua aktifitas didalam kegiatan belajar haruslah dibicarakan bersana warga belajar, karena sifat dari orang dewasa (matang) mempunyai sifat mapu mengarahkan diri sendiri dan setiap orang mempunyai cara yang berbeda dalam melakukannya, jadi apa yang dilakukan dalam kegiatan belajar haruslah merupakan kesepakatan bersama.
3.2. Kesimpulan
Teori Belajar Adragogi dapat diterapkan apabila diyakini bahwa peserta didik (siswa-mahasiswa-peserta) adalah pribadi-pribadi yang matang, dapat mengarahkan diri mereka sendiri, mengerti diri sendiri, dapat mengambil keputusan untuk sesuatu yang menyangkut dirinya. Andragogi tidak akan mungkin berkembang apabila meninggalkan ideal dasar orang dewasa sebagai pribadi yang mengarahkan diri sendiri. Yang menjadi tolok ukur sebuah kedewasaan bukanlah umur, namun sikap dan perilaku, sebab tidak jarang orang yang sudah berumur, namun belum dewasa. Memang, menjadi tua adalah suatu keharusan dan menjadi dewasa adalah sebuah pilihan yang tidak setiap individu memilihnya seiring dengan semakin lanjut usianya.

makalah teori belajar

makalah teori belajar

 

by :http://sumantrideden.blogspot.com/ 

BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Teori belajar adalah teori yang prakmatik dan eklektik. Teori dengan sifat demikian ini hampir dipastikan tidak pernah mempunyai sifat ekstrim. Tidak ada teori belajar yang secara ekstrim memperhatikan aspek siswa saja, aspek guru saja, aspek kurikulum saja dan sebagainya.
Titik fokus yang menjadi pusat perhatian suatu teori selalu ada. Ada yang lebih mementingkan proses belajar, ada yang lebih mementingkan sistem informasi yang diolah dalam proses belajar, dan lain-lain. Namun faktor-faktor lain du luar titik fokus itu juga selalu diperlukan untuk menjelaskan seluruh persoalan belajar yang dibahas.
Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak lepas dari individu yang lainnya. Secara kodrati manusia akan selalu hidup bersama. Hidup bersama antar manusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan semacam inilah terjadi interaksi. Dengan demikian kegiatan hidup manusia akan selalu disertai dengan proses interaksi atau komunikasi, baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan sesama, maupun interaksi dengan tuhannya, baik itu sengaja maupun tidak disengaja.
Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ketidak terbatasannya akal dan keinginan manusia, untuk itu perlu difahami secara benar mengenai pengertian proses dan interaksi belajar. Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan yang tunggal tapi memang memiliki makna yang berbeda. Belajar diartikan sebagai suatu perubahan tingkah-laku karena hasil dari pengalaman yang diperoleh. Sedangkan mengajar adalah kegiatan menyediakan kondisi yang merangsang serta mangarahkan kegiatan belajar siswa/subjek belajar untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat membawa perubahan serta kesadaran diri sebagai pribadi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi teori belajar psikologi behavioristik?
2. Apa definisi teori belajar psikologi kognitifistik?
3. Bagaimana konsep teori belajar behavioristik dan kognitifistik?
4. Apa kelebihan dan kekurangan dari teori belajar untuk materi pembelajaran tertentu di sekolah?
5. Bagaimana implikasi dari teori-teori belajar tersebut?
C. Tujuan Pembahasan
1. Memahami ciri dan konsep ketiga teori belajar psikologi.
2. Mampu mengaplikasikan sebuah teori terhadap pembelajaran di sekolah.
3. Mengetahui bagaimana cara menerapkan teori-teori belajar dalam pendidikan.
4. Mendeskripsikan implikasi teori belajar.
5. Mengkaji implikasi dari teori-teori belajar.







BAB II

PEMBAHASAN


a. Teori Belajar
1. Teori Behaviorisme
Secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinspip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar.[1]
Teori belajar behaviorisme adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.[2]
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional, behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.
Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah
1. Mementingkan faktor lingkungan
2. Menekankan pada faktor bagian
3. Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
4. Bersifat mekanis
5. Mementingkan masa lalu
6. Mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil
7. Mementingkan pembentukan reaksi atau respon
8. Menekankan pentingnya latihan
9. Mementingkan mekanisme hasil belajar
10. Mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
b. Tokoh-Tokoh Teori Belajar Behaviorisme
1. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia. Ia mengemukakan bahwa dengan menerapkan strategi ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.[3]
Pavlov mengadakan percobaan laboratories terhadap anjing. Dalam percobaan ini anjing di beri stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing. Contoh situasi percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu tanpa disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap bunyi-bunyian yang berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank. Dari contoh tersebut diterapkan strategi Pavlo ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar. Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.Yang terpenting dalam belajar menurut teori ini adalah adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar hanyalah terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.

2. Thorndike (1874-1949)
Menurut Thorndike belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Thorndike menggambarkan proses belajar sebagai proses pemecahan masalah. Dalam penyelidikannya tentang proses belajar, pelajar harus diberi persoalan, dalam hal ini Thorndike melakukan eksperimen dengan sebuah puzzlebox. Eksperimen yang dilakukan adalah dengan kucing yang dimasukkan pada sangkar tertutup yang apabila pintunya dapat dibuka secara otomatis bila knop di dalam sangkar disentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori Trial dan Error. Ciri-ciri belajar dengan Trial dan Error Yaitu : adanya aktivitas, ada berbagai respon terhadap berbagai situasi, ada eliminasai terhadap berbagai respon yang salah, ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.
Atas dasar percobaan di atas, Thorndike menemukan hukum-hukum belajar :
1) Hukum Kesiapan (Law of Readiness)
Jika suatu organisme didukung oleh kesiapan yang kuat untuk memperoleh stimulus maka pelaksanaan tingkah laku akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosaiasi cenderung diperkuat.
2) Hukum Latihan
Hukum latihan akan menyebabkan makin kuat atau makin lemah hubungan S-R. Semakin sering suatu tingkah laku dilatih atau digunakan maka asosiasi tersebut semakin kuat. Hukum ini sebenarnya tercermin dalam perkataan repetioest mater studiorum atau practice makes perfect.
3) Hukum akibat ( Efek )
Hubungan stimulus dan respon cenderung diperkuat bila akibat menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Rumusan tingkat hukum akibat adalah, bahwa suatu tindakan yang disertai hasil menyenangkan cenderung untuk dipertahankan dan pada waktu lain akan diulangi. Jadi hokum akibat menunjukkan bagaimana pengaruh hasil suatu tindakan bagi perbuatan serupa.
3. Skinner (1904-1990)
Skinner menganggap reward dan reinforcement merupakan faktor penting dalam belajar. Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal, mengontrol tingkah laku. Pada teori ini guru memberi penghargaan hadiah atau nilai tinggi sehingga anak akan lebih rajin. Teori ini juga disebut dengan operant conditioning. Operant conditioning adalah suatu proses penguatan perilaku operant yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat diulang kembali atau menghilang sesuai keinginan.
Operant conditing menjamin respon terhadap stimuli. Bila tidak menunjukkan stimuli maka guru tidak dapat membimbing siswa untuk mengarahkan tingkah lakunya. Guru memiliki peran dalam mengontrol dan mengarahkan siswa dalam proses belajar sehingga tercapai tujuan yang diinginkan.
Prinsip belajar Skinners adalah :
i. Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan jika benar diberi penguat.
ii. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran digunakan sebagai sistem modul.
iii. Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk menghindari hukuman.
iv. Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable ratio reinforcer.
v. dalam pembelajaran digunakan shapping.
c. Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
a. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
b. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
c. Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.
d. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
2. Teori Belajar Kognitivisme
Ada beberapa ahli yang belum merasa puas terhadap penemuan para ahli sebelumnya mengenai belajar sebagai sebuah proses hubungan stimulus-response-reinforcement. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya dikontrol oleh reward dan reinforcement. Menurut mereka tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognitif, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh insight untuk pemecahan masalah. Jadi kaum kognitifis berpandangan, bahwa tingkah laku seseorang lebih bergantung kepada pemahaman terhadap hubungan – hubungan yang ada didalam suatu situasi. Mereka memberi tekanan pada organisasi pegamatan atas stimuli di dalam lingkungan serta pada faktor yang mempengaruhi pengematran tersebut.
a. Teori kognitif Gestalt
Teori kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar gestalt. Peletak dasar teori gestalt adalah Merx Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Sumbangannya diikuti oleh Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, kemudian Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang insight pada simpase. Kaum gestaltis berpendapat bahwa pengalaman itu berstuktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan. Menurut pandangan gestaltis, semua kegiatan belajar menggunakan pemahaman terhadap hubungan hubungan, terutama hubungan antara bagian dan keseluruhan. Intinya, menurut mereka, tingkat kejelasan dan keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih meningkatkan kemampuan belajar seseorang dari pada dengan hukuman dan ganjaran.
b. Teori belajar Cognitive-field dari Lewin
Kurt Lewin (1892-1947) mengembangkan suatu teori belajar kognitiv-field dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi social. Lewin memandang masing-masing individu berada di dalam suatu medan kekuatan yang bersifat psikologis. Medan dimana individu bereaksi disebut life space. Life space mencankup perwujudan lingkungan di mana individu bereaksi, misalnya ; orang – orang yang dijumpainya, objek material yang ia hadapi serta fungsi kejiwaan yang ia miliki. Jadi menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan sruktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan, satu dari stuktur medan kognisi itu sendiri, yang lainya dari kebutuhan motivasi internal individu. Lewin memberikan peranan lebih penting pada motivasi dari reward.
c. Teori Belajar Cognitive Developmental dari Piaget
Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak.
Piaget adalah ahli psikolog developmentat karena penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Pada intinya, perkembangan kognitif bergantung kepada akomodasi. Kepada siswa harus diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tak daapat belajar dari apa yang telah diketahuinya.
d. Jerome Bruner dengan Discovery Learningnya
Yang menjadikan dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif di dalam belajar di kelas. Untuk itu bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya discovery learning, yaitu dimana murid mengorganisasi bahan pelajaran yang dipelajarai dengan suatu bentuk akhir yang sesuai dengan tingkat kemajuan anak tersebut. Bruner menyebutkan hendaknya guru harus memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historian atau ahli matematika. Biarkan murid kita menemukan arti bagi diri mereka sendiri dan memungkinkan mereka mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang mereka mengerti.[4]
Belajar seharusnya menjadi kegiatan yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling penting dalam upaya mempertahankan hidup dan mengembangkan diri. Dalam dunia pendidikan belajar merupakan aktivitas pokok dalam penyelenggaraan proses belajar-mengajar. Melalui belajar seseorang dapat memahami sesuatu konsep yang baru, dan atau mengalami perubahan tingkah laku, sikap, dan ketrampilan.
Pada dasarnya terdapat dua pendapat tentang teori belajar yaitu teori belajar aliran behavioristik dan teori belajar kognitif. Teori belajar behavioristik menekankan pada pengertian belajar merupakan perubahan tingkah laku, sehingga hasil belajar adalah sesuatu yang dapat diamati dengan indra manusia langsung tertuangkan dalam tingkah laku. Seperti yang dikemukakan oleh Ahmadi dan Supriono (1991: 121) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Sedangkan teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996: 53) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
Sesuai dengan karakteristik matematika maka belajar matematika lebih cenderung termasuk ke dalam aliran belajar kognitif yang proses dan hasilnya tidak dapat dilihat langsung dalam konteks perubahan tingkah laku. Berikut adalah beberapa teori belajar kognitif menurut beberapa pakar teori belajar kognitif:
e. Teori Belajar Piaget
Jean Piaget adalah seorang ilmuwan perilaku dari Swiss, ilmuwan yang sangat terkenal dalam penelitian mengenai perkembangan berpikir khususnya proses berpikir pada anak.
Menurut Piaget setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahap yang teratur. Pada satu tahap perkembangan tertentu akan muncul skema atau struktur tertentu yang keberhasilannya pada setiap tahap amat bergantung pada tahap sebelumnya. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah:
a. Tahap Sensori Motor(dari lahir sampai kurang lebih umur dua tahun)
Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi ini, dia dapat sedikit memahami lingkungannya dengan jalan melihat, meraba atau memegang, mengecap, mencium dan menggerakan. Dengan kata lain mereka mengandalkan kemampuan sensorik serta motoriknya. Beberapa kemampuan kognitif yang penting muncul pada saat ini. Anak tersebut mengetahui bahwa perilaku yang tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi dirinya. Misalnya dengan menendang-nendang dia tahu bahwa selimutnya akan bergeser darinya.
b. Tahap Pra-operasional ( kurang lebih umur dua tahun hingga tujuh tahun)
Dalam tahap ini sangat menonjol sekali kecenderungan anak-anak itu untuk selalu mengandalkan dirinya pada persepsinya mengenai realitas. Dengan adanya perkembangan bahasa dan ingatan anakpun mampu mengingat banyak hal tentang lingkungannya. Intelek anak dibatasi oleh egosentrisnya yaitu ia tidak menyadari orang lain mempunyai pandangan yang berbeda dengannya.
c. Tahap Operasi Konkrit (kurang lebih tujuh sampai sebelas tahun)
Dalam tahap ini anak-anak sudah mengembangkan pikiran logis. Dalam upaya mengerti tentang alam sekelilingnya mereka tidak terlalu menggantungkan diri pada informasi yang datang dari pancaindra. Anak-anak yang sudah mampu berpikir secara operasi konkrit sudah menguasai sebuah pelajaran yang penting yaitu bahwa ciri yang ditangkap oleh pancaindra seperti besar dan bentuk sesuatu, dapat saja berbeda tanpa harus mempengaruhi misalnya kuantitas. Anak-anak sering kali dapat mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang mengetahui bila membuat kesalahan.
d. Tahap Operasi Formal (kurang lebih umur sebelas tahun sampai limabelas tahun)
Selama tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak yaitu berpikir mengenai gagasan. Anak dengan operasi formal ini sudah dapat memikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah. Mereka dapat mengembangkan hukum-hukum yang berlaku umum dan pertimbangan ilmiah. Pemikirannya tidak jauh karena selalu terikat kepada hal-hal yang besifat konkrit, mereka dapat membuat hipotesis dan membuat kaidah mengenai hal-hal yang bersifat abstrak.
Berdasarkan uraian diatas, Piaget membagi tahapan perkembangan kemampuan kognitif anak menjadi empat tahap yang didasarkan pada usia anak tesebut.
Teori belajar Piaget memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap perkembangan teori pembelajaran kognitif. Hal ini terbukti dengan banyaknya peneliti yang tertarik melakukan analisis serta memperluas teori tersebut. salah satu kritik yang cukup tajam terhadap teori Piaget adalah berkenaan dengan asumsi bahwa pengertian akan suatu struktur yang sama akan diperoleh pada usia yang sama dalam berbagai domain intelektual. Implikasi dari hal ini adalah ketika seorang anak sudah dapat mengawetkan besaran suatu unsur dengan mengenali bahwa besaran dari benda tersebut sama terlepas dari bentuknya anak secara rasional dapat diduga akan mengawetkan konsep berat, karena struktur antara konsep besaran dan berat sama. Ternyata bersadar pada studi eksperimental yang dilakukan oleh para peneliti hal ini tidak sepenuhnya benar. Hal ini dianggap sebagai sebuah penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud adalah terjadinya perbedaan cara dalam memperoleh sebuah struktur yang sama oleh seorang individu. Dari beberapa hasil pengembangan penelitian dalam teori ini ternyata penyimpangan ini lazim terjadi sebagaimana diungkapkan oleh Biggs dan Collis (1982). Fakta ini memicu sebuah pengembangan teori dari teori Piaget yang dikenal dengan neo-Piagetian theories.
Biggs dan Collis adalah peneliti yang turut melakukan dan analisis teori belajar Piaget. Salah satu isu utama yang dikaji oleh kedua peneliti ini berkaitan dengan struktur kognitif. Teori mereka dikenal dengan Structure of Observed Learning Outcomes (SOLO). Biggs dan Collis (1982: 22) membedakan antara “generalized cognitive structure” atau struktur kognitif umum anak dengan “actual respon” atau respon langsung anak ketika diberikan perintah-perintah. Mereka menerima kebeadaan konsep struktur kognitif umum namun mereka menyakini bahwa hal tersebut tidak dapat diukur langsung sehingga perlu mengacu pada sebuah “hypothesized cognitive structure” (HCS) atau struktur kognitif hipotesis. Menurut mereka HCS ini relative lebih stabil dari waktu ke waktu serta bebas dari pengaruh pembelajaran disaat anak diukur menggunakan taxonomi SOLO dalam menyelesaikan suatu tugas tertentu. Penekan pada suatu tugas tertentu sangat penting seperti yang diasumsikan dalam taksonomi SOLO bahwa penampilan seseorang sangatlah beragam dalam menyelesaikan satu tugas dengan tugas lainnya, hal ini berkaitan erat dengan logika yang mendasarinya, selanjutnya asumsi ini juga meliputi penyimpangan yang dalam model ini dikatakan:
Siswa dapat saja berada pada awal level formal dalam matematika namun berada pada level awal konkrit dalam sejarah, atau bahkan dapat terjadi, suatu hari siswa berada pada level formal di matematika namun dilain hari dia masih berada pada level yang konkrit pada topik yyang berbeda. Hasil observasi seperti ini tidak dapat mengindikasikan terdapatnya “pertukaran” dalam perkembangan kognitif yang berlangsung, tetapi sedikit pertukaran terjadi pada konstruksi yang lebih proximal , pembelajaran, penampilan atau motivasi. Biggs & Collis (1991:60)
Dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa teori tersebut lebih menekankan pada analisis terhadap kualitas respon anak. Untuk melihat respon anak diperlukan butir-butir rangsangan. Dan butir-butir rangsangan dalam konteks ini tidak difokuskan untuk melihat kebenaran dari jawaban saja melainkan lebih pada melihat struktur alamiah dari respon siswa dan perubahannya dari waktu ke waktu.
Untuk menjelaskan konsep “pertukaran” yang terjadi dalam pertumbuhan kognitif yang tidak biasa diantara anak-anak sekolah, Biggs & Collis (1991: 60) menyediakan suatu level tersendiri yang diberi nama “post formal mode”. Bagaimanapun juga terdapat satu perbedaan penting dari teori yang dikemukakan Piaget yaitu ketika mode atau level baru mulai muncul, ini tidak akan menggantikan level yang lama begitu saja melainkan dapat berkembang bersamaan. Oleh karena itu model-model tersebut tumbuh sejak lahir hingga dewasa. Level terakhir adalah batas tertinggi dari proses abstraksi yang dapat ditunjukkan anak, bukan seluruh penampilan yang harus menyesuaikan dengan level-nya. Secara khusus, ketika semakin banyak mode yang memungkinkan maka multi-modal fungsioning menjadi normanya.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Manfaat dari beberapa teori belajar adalah :
Membantu guru untuk memahami bagaimana siswa belajar,
Membimbing guru untuk merancang dan merencanakan proses pembelajaran,
Memandu guru untuk mengelola kelas,
Membantu guru untuk mengevaluasi proses, perilaku guru sendiri serta hasil belajar siswa
yang telah dicapai,
Membantu proses belajar lebih efektif, efisien dan produktif,
Membantu guru dalam memberikan dukungan dan bantuan kepada siswa sehingga dapat
mencapai hasil prestasi yang maksimal.
Implikasi perkembangan teori pembelajaran sekarang sangatlah beragam. Guru dapat menerapkan menurut aliran-aliran teori tertentu. Seperti teori behavioristik dalam pembelajaran guru memperhatikan tujuan belajar, karakteristik siswa, dan sebagainya. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
Teori belajar kontruktivisme berangkat dari pendapat bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya dikontrol oleh reward dan reinforcement. Menurut mereka tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognitif, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadimenjelaskan bahwa tingkat kejelasan dan keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih meningkatkan kemampuan belajar seseorang dari pada dengan hukuman dan ganjaran.
B. Saran
Pengertian, prinsip, dan perkembangan teori pembelajaran hendaknya dipahami oleh para pendidik dan diterapkan dalam dunia pendidikan dengan benar, sehingga tujuan pendidikan akan benar-benar dapat dicapai. Dengan memahami berbagai teori belajar, prinsip-prinsip pembelajaran dan pengajaran, pendidikan yang berkembang di bangsa kita niscaya akan menghasilkan output-output yang berkualitas yang mampu membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Supriono, Widodo. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Baharuddin dan Wahyuni, Nur. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogajakarta : Ar-Ruz Media Group.
Hamalik, Oemar. Psikologi Belajar dan Mengajar. 2007. Bandung:Sinar Baru Algesindo Offset
Sudjana, Nana. 1989. Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran. Jakarta: UI Press.
Syah,Muhibbin. 2009. Psikologi Belajar. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More